Jumat, 13 Februari 2015

Kiranya Tak Sekedar Drama

KIRANYA TAK SEKEDAR DRAMA

14 februari seperti hari wajib bagi sebagian masyarakat Blitar Raya namun tak selamanya merasa akan kewajiban hari itu. Dengan semangat dan celana dicincingkan para pemuda Blitar Raya bermain drama. DRAMA KOLOSAL PEMBERONTAKAN PETA orang sering menyebut. Judul yang menggugah rasa nasionalis yang tentunya tak seperti judul 7 Manusia Harimau atau Tukang Bubur Naik Haji yang tak kunjung di Mekah hahahahahahahah.
Acara pesta kesemangatan rasa nasionalis dan rasa memberontak karena benar dan mencintai tanah bumi pertiwi selalu bergelora tinggi rendah seperti pompa tukang becak yang lunglai seharian tanpa penumpang dan beras dirumah kosong mlompong. Teriakan merdeka dan jeritan tangis serasa membuat kilas balik akan masa-masa dimana Sudanco Supriyadi dan rekan-rekannya berjuang mengibarkan sang Merah Putih di Blitar Raya yang dulu tak dipisahkan Kota dan Kabupaten semacam monopoli politik. Seakan seperti secangkir kopi, tapi gula nya merasa paling hebat dari kopinya. Weh dasar otak penjual kopi kok ditiru di zaman yang serba susah.
JASMERAH, mungkin ini ungkapan sederhana yang keluar ketika ditanya. Itu alasan basi kawan. Ucapannya tak jauh beda dengan wacana dan janji politik DPR yang korup. Entah sadar atau tidak, setiap tahun DRAMA KOLOSAL PEMBERONTAKAN PETA ini dilakukan. Terkadang pola pikir ini bertanya-tanya “sekedar acara tahunan atau memang menghargai dan mewarisi semangat pejuang ?”.
Pernyataan ini menjurus akan tingkah laku masyarakatnya. Jangankan menghargai pejuang, buang sampah pada tempatnya saja sulit dilakukan (tepok jidat J ). Yang bikin greget lagi saat drama KOLOSAL lagi berlangsung eh bukannya seksama melihat dan memperhatikan paling tidak ya diam lah kalau tak suka. Asik lirik sana lirik sini. Liat mana yang bisa di goda dan itung-itung cuci mata lah, kamu anggap malam drama KOLOSAL PETA semacam dapur yang bisa mencuci mata picik itu? Semenit acara selesai tak jarang dari mereka bersorak ria, lompat sana-sini, dan lupa makna akan PEMBERONTAKAN PETA. Bukan sejenak merenung dan ucap syukur tapi sikat gebetan, peluk, cium kiri kanan atas bawah. Woyyy kamu kira ini taman bercinta masal.
Terkadang miris melihat ini semua setiap tahun, dimana sebagian dengan semangat membara mencoba dan selalu menyalakan lilin kecil guna menyingkap gelap namun sebagian pesta pora sendiri. Tetapi setidaknya ada satu hal yang dapat kita rasakan dan patut dipertahankan meski ini menghitung hari kapan semangat para relawan tanpa embel-embel duit ini mau berkarya. Bukan karena kita tak sanggup membayar para penggiat seni dan para pelaku serta masyarakat yang sadar akan jasa pahlawannya. NAMUN MEREKA TAK TERNILAI SAMPAI KAPAN PUN, MASIH ADA SATU DARI SEPULUH PEMUDA YANG SELALU MENYALAKAN LILIN SAAT GELAP DAN TAK PERNAH MENGHUJAT KEGELAPAN.

Selayang pandang untuk Blitar Raya

13 Februari 2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar